Nama Blog Kamu
  Loading...

Keep Spirit Jambi

Rabu, 27 Agustus 2014

Cik Mia, Pemilik Sentral Kerajinan Songket Jambi

Pertahankan Usaha dengan Kemauan Keras

Cik Mia, Pemilik Sentral Kerajinan Songket Jambi
inspirasijambi.blogspot.com - Sehari-hari wanita bernama Mania ini akrab dengan sapaan Cik Mia. Ia satu dari sedikit wanita yang menekuni usaha tenun songket Jambi. Tak hanya menjadikan tenun songket sebagai  usaha bisnisnya, ia membawa misi melestarikan kekayaan budaya daerah.

CIK MIA mengenal songket dari bibinya yang memang seorang penenun di Palembang. Saat SD dia sering mencuri-curi waktu memperhatikan bibinya menenun. “Saat itu, setiap mau mencoba menenun sendiri, saya selalu dilarang. Jadi, saya maling-maling: kalau nggak ada bibi belajar sendiri,” katanya.

Dari mencuri-curi belajar itulah ia akhirnya benar-benar dilatih belajar menenun. Dengan pengetahuan itu, wanita kelahiran Palembang, 16 Agustus 1977, ini lalu membuka usaha tenun songket di Jambi.  Ia memulai usaha menenun sekitar 1997 dalam skala kecil.

“Awalnya, saya tak mau berpangku tangan di rumah, lalu terpikir meneruskan keterampilan menenun, untuk membantu keuangan keluarga,” katanya. Dia mengawali bisnisnya dari uang pinjaman keluarga sebesar Rp 3,5 juta. Saat itu, dia menenun songket Palembang karena belum mengetahui motif songket Jambi.

Cik Mia merasakan sendiri sulitnya membuka usaha dengan alat seadanya. “Saya mengerjakan semua tenun songket sendirian. Saya tawarkan hasil tenunan songket kepada tetangga hingga ke galeri-galeri dan rumah-rumah orang,” tuturnya.

Dia mengenang kejadian yang pahit diawal usahanya, tetapi diingatkan dengan senyum. Waktu itu, dia menerima pesanan songket dari seseorang. “Setelah songket jadi dan mau diantar, eh, ternyata yang memesan sudah meninggal. Ngelus dada aja,” ujar ibu tiga anak ini.

Cik Mia mengaku mengandalkan kemauan yang keras dalam mempertahankan bisnisnya. “Setiap kesulitan saya jadikan tantangan agar usaha tenun songket terus berdiri,” katanya. Selanjutnya, setelah tiga tahun usahanya berjalan, dia lalu mengajak para tetangga untuk ikut belajar menenun.

Akhirnya, kini ia memiliki 15 karyawan yang ia didik sendiri. Pada 2003, dia mengenal Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jambi. Dari sinilah dia menekui motif songket Jambi secara mendalam.

Karena keahliannya pula, Cik Mia sering diajak mengikuti pameran songket yang diadakan Dekranasda.  Bahkan, pada 2006 dia diminta Dekranasda dan Disperindagkop untuk mengajar menenun di berbagai pelatihan tenun di sejumlah kabupaten dalam Provinsi Jambi.

Tak hanya itu, pada 2009, dia mewakili Provinsi Jambi mengikuti pameran songket yang diadakan Dekranas Pusat dan mendapat penghargaan Kreasi Terbaik se-Indonesia. Lalu, pada 2012 dia mewakili Provinsi Jambi mengikuti pameran di Den Hag, Belanda.

Berbagai kegiatan pelestarian songket Jambi ia ikuti. Salah satunya Inacraft (2009). Dia menerima penghargaan dari Gubernur Jambi sebagai pelestari songket serta mewakili Jambi pada pameran Harkopnas di Medan  (Juni 2014).

Meski bukan asli keturunan Jambi, anak pasangan M Sholeh dan Maryam ini setia mempertahankan songket Jambi pada usahanya. Ada ratusan motif songket Jambi yang menjadi koleksinya. Dia selalu berpegang pada semboyan “di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. 

Kini ia tercatat sebagai salah satu pengajar di rumah tenun milik Dekranasda Provinsi Jambi. Dia berharap hati generasi muda Jambi tergerak untuk melestarikan songket dan belajar menenun. “Ini salah satu cara agar kekayaan daerah ini tidak punah,” katanya.

Sumber: Jambi Today (23 Agustus 2014)

Previous
Next Post »

1 komentar:

jambidjambi delete 21 September 2014 pukul 23.52

terus majukan kebudayaan jambi...=)

 
Back To Top